• Home
  • About Me
  • Thought
  • Anything
    • review
    • studies
  • Favorite
    • Channel
    • books
facebook twitter instagram youtube Linkedin Email

Hello !

Banyak orang yang ketika akan mengambil keputusan selalu menyiapkan cadangan. Aku salah satu dari sekian banyaknya orang itu. Ketika akan mengambil keputusan misalnya akan resign dari perusahaan atau melajutkan pendidikan. Nah, dampak dari pengambilan keputusan itu akan memunculkan si Plan B itu. Kok bisa? karena tidak ada orang di dunia ini yang ingin rugi dari setiap tindakan yang akan mereka lakukan. Meskipun tiap tindakan itu perlu pertanggung jawaban dan resiko, tapi meminimalkan resiko adalah tugas dari Plan B ini. 

Plan A, ketika akan menentukan keputusan apa yang akan diambil dan yakin jika keputusan ini memiliki potensi lebih tinggi meskipun penuh dengan resiko yang akan dihadapi. Sadar atau tidak setiap rencana A (Plan A) yang akan kamu pilih memiliki resiko yang tinggi jauh lebih tinggi dari apa yang kamu kerjakan saat ini. Trus, kok masih ada orang yang mau mengambil keputusan yang beresiko tinggi begitu. Pertanyaan ini tentu saja kamu ajukan kepada si pembuat keputusan karena dibalik semua itu ada alasan yang mendasarinya. Namun secara garis besar, semuanya mengacuh pada ketidakcocokan tempat kerja, passion nya tidak disitu dan ingin mencoba hal baru, terlepas dari ruang lingkup pribadi tiap orang. 

Nah, Karena resiko yang besar itu kamu perlu menyiapkan rencana (Plan B). Pertanyaan yang sempat aku rasa, kapan si Plan B ini beraksi? apa setelah Plan A? eh, tapi kalau Plan A gagal dan Plan B belum siap, atau lakukan diwaktu yang sama?.

Menurut pandangan dan apa yang sudah kulakukan (yaa walaupun belum tahu akan berhasil apa tidak, berdoa saja semoga berhasil Ya Allah) rencanakan keduanya di waktu yang sama, karena ketika merencanakan Plan A maka secara otomatis otak kita akan berpikir kemungkinan terburuk dari Plan A sehingga tanpa kita sadari Plan B dengan berbagai pilihan akan terbentuk dengan sendirinya namun belum dapat kita tentukan Plan B akan seperti apa dan bagaimana nantinya. Ketika Plan A sudah fix dan akan dijalankan maka selesaikan hingga mencapai setidaknya 80%, karena menurutku posisi ini sudah mencakup usaha yang dilakukan dan 20% berikut sisa menambahkan dan memperbayak doa. Pada 80% Plan A, Plan B sudah bisa beraksi sehingga tidak mengganggu usaha kita pada saat mengerjakan Plan A tadi.


Mungkin orang lain berpandangan berbeda dengan apa yang sudah aku tulis di atas itu. 
But it's okay, that's my mind and that's your mind. 
Jika orang lain menuntut kesamaan pendapat buat apa ada kata 'perbedaan'. :)
Share
Tweet
Pin
Share
3 komentar
Di umur yang sudah 1/4 abad, memiliki pemikiran yang sudah tidak biasa lagi. Berbagai pemikiran dari sederhana hingga rumit  terperangkap di otak yang kecil ini. Namun, apa pernah kamu menunjukkan isi pemikiran itu ke orang lain? Tentu saja tidak. Kenapa? Ya karena kamu tahu pemikiranmu itu bukan konsumsi publik yang bisa saja orang remehkan. Tapi, ada kok yang berbagi pemikirannya ke media, Yaa karena dia udah tahu tujuan dari pemikirannya itu emang untuk konsumsi publik, biar publik mengerti apa yang dia pikirkan dan berharap pemikirannya itu bermanfaat bagi yang lain. 

Pertanyaannya kenapa dia bisa membagikan pemikirannya sedangkan kamu tidak. Hanya ada satu jawaban untuk itu yaitu BERANI MEMULAI, karena sekeras apapun kamu berpikir dan sekuat apapun kemauanmu tapi untuk menggapai garis start aja nggak bisa, yaa nggak bakalan ada kata finish. Jadi sekarang pilihannya DO IT NOW or NEVER.

Do it now or Never sudah menjadi sihir di kepala ku beberapa pekan ini. Sejak saat itu ketika terpikir akan melakukan sesuatu pastinya akan selalu dilakukan dan mencoba yang terbaik begitupun beberapa pemikiran tentang yang terjadi saat ini. Karena pelajaran yang paling berharga adalah tindakan, entah akan berhasil atau tidak semua akan berproses sebagaimana mestinya dan pernyataan yang paling aku suka " Usaha nggak bakalan menghianati hasil". Jadi, sekeras apapun kita berusaha pasti akan ada hasil yang sesuai dengan usaha itu. Trus kalau ada yang bilang, 'lah, dia nggak usaha tapi kok bisa berhasil' Eitzz darimana kamu tahu kalau dia tidak usaha? Don't forget! Don't judge people by the cover, dia hanya tidak ingin menunjukkan usahanya itu sekeras apa dan bisa juga ada unsur "Lucky". Tapi, unsur lucky hanya ada 1 kemungkinan dan 99 kejadian, unsur ini juga akan terjadi dengan bantuan "Usaha" dari berbagai aspek.

Jangan menunggu karena menunggu nggak bakalan menghasilkan apa-apa.
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Akhir bulan lalu sempat berdiskusi dengan teman dan kemudian seminggu ini lhat berita mengenai Audrey gadis yang mendapat perilaku bullying. Nah, sebenarnya seberapa penting sih pendidikan di Indonesia saat ini? Mungkin sebagian orang menanggap pendidikan penting karena bisa menaikkan derajat mereka dimata keluarga dan orang sekitar, ada untuk mendapat perkerjaan yang layak, ada juga hanya suka mengoleksi gelar, ada karena memang suka belajar dan masih banyak alasan orang untuk meraih pendidikan yang tinggi. Apa semua alasan itu dapat diterima di masyarakat? tentu saja tidak. Jika kamu berpendidikan hanya karena ingin derajat mu tinggi maka kamu akan tersaingi oleh salah satu keluarga mu yang memiliki perkerjaan yang jauh lebih baik. kemudian jika kamu ingin mendapat pekerjaan yang layak, maka jangan salah, banyak orang bergelar master degree namun tidak mendapat pekerjaan. Trus jika hanya untuk mengoleksi gelar, untuk apa gelar itu?. Karena suka belajar makanya pengen sekolah terus? sampai kapan?.

Nah, kondisi di atas beberapa tanggapan masyarakat terhadap fenomena terhadap pendidikan. Jadi untuk apa pendidikan itu? Apa pendidikan hanya dilakukan di sekolah, rumah, atau institusi?. Jika dilihat di kamus besar Indonesia, Pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan perilaku untuk pendewasaan diri melalui upaya pembelajaran dan pelatihan. Jadi, pertanyaan tentang apa dan dimana pendidikan itu sudah tercakup semua berdasarkan KBBI. 

Beberapa orang selalu menganggap pendidikan harus dilakukan disekolah untuk formal dan biar dapat gelar. Pertanyaannya apa hanya sebatas gelar semata tanpa melihat dari sudut pandang perilaku dari pemilik gelar itu. Gini ya, banya diluar sana pemilik gelar tinggi tapi cara bersikapnya sangat minim. Hal ini terjadi karena pedidikan hanya dipandang sebagai ajang untuk meninggikan derajat saja. Seperti beberapa kasus yang terjadi, tidak hanya Audrey tpi beberapa tindakan kekerasan sexual, bullying dan kriminal lainnya terjadi di sekolah, salah satu sarana pendidikan berlangsung.  Peristiwa memilukan ini terjadi karena kurangnya pemahaman terhadapt pendidikan di Indonesia, dan rendahnya kesadaran masyarakat dalam mengartikan pendidikan itu. Kok bisa? yaa, karena sekolah sebagai sarana pendidikan mewajibkan siswanya belajar formal dan jika tidak mampu maka di anggap "bodoh" kemudian si siswa akan merasa dirinya bodoh, dan untuk menungkapkan kebodohannya itu mereka melakukan berbagai macam cara untuk menunjukkan jika dia bodoh maka tidak ada salahnya melakukan hal itu (tindakan kekerasan). Tindakan merendahkan ini yang mungkin dianggap sepele tapi akan berdampak besar dikemudian hari. 

Diatas semua itu, hargailah orang yang memiliki pendidikan yang lebih baik (gelar) karena percayalah meskipun perilaku orang tersebut jauh dari kata berpendidikan tapi usaha untuk mencapai pendidikan tinggi (gelar) itu tidaklah mudah. Meskipun ada sebagian orang berpendapat jika pendidikan (gelar) itu dapat dibeli maka berpikirlah lagi jika uang yang mereka gunakan untuk membeli pendidikan (gelar) itu merupakan hasil dari orang yang bependidikan sebelumnya juga dan kerja keras mereka. So, don't waste your time for judge any people. May be they have what you don't have.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Do you know, why I said like that?
yeah, because like it doesn't same with love.

Hari itu, kebetulan si doi lagi jalan, nah nggak tau kenapa kepikiran kalimat teman-temannya. Kata mereka itu nggak ada namanya sahabatan dengan cowok, sampai kapanpun itu nggak ada. Ya kalau bukan kamu yang cinta ya dia , sesimple itu kok. 

Nah, dijalan itu doi berpikir apa emang suka sama sahabat sendiri? perasaan nggak deh. Tapi suka sih iya. Tapi apa suka sama cinta itu sama?  

Menurut doi, ketika mencintai seseorang kamu bakalan rela lakuin apa aja buat dia, seperti ke Orang tua dan saudaramu, tpi suka seseorang itu hanya sebatas kamu memberikan apa yang bisa kamu beri tanpa harus berusaha. Intinya cinta itu berkali-kali lipat dari suka, dan jika kamu cinta secara otomatis kamu akan suka tapi ketika kamu suka belum tentu ada cinta didalamnya. Umpamanya ya, kamu bilang cinta kucing tapi kamu nggak bakalan beliin kucing kamu barang mewah kan? (beda lo kalau emang duitnya udah dianggurin aja) nah, itu hanya sebatas suka.

Jadi, apa doi cinta atau hanya suka? Dari paparan dia sih kayaknya cuman suka doang dan belum sampai cinta.

gitu aja sih hanya mau bilang kalau Love ≠ Like.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

About me

About Me

Sometimes later becomes never.
Do it Now

Follow Me

  • facebook
  • twitter
  • instagram
  • Google+
  • linkedin
  • youtube

Categories

Anything Channel Favorite Geophysics Thought Youtube books review skincare

Popular Post

  • Plan A and Plan B
    Banyak orang yang ketika akan mengambil keputusan selalu menyiapkan cadangan. Aku salah satu dari sekian banyaknya orang itu. Ketika akan m...
  • Quote: Tere Liye, Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
    “Orang yang memendam perasaan seringkali terjebak oleh hatinya sendiri. Sibuk merangkai semua kejadian di sekitarnya untuk membenarkan hati...
  • PULANG
    Judulnya sesuai dengan buku yang baru saja saya baca, Yaa buku Tere Liye. Buku terbitan tahun 2015 dan cetakan pertama di bulan september, ...
  • A little happiness for my life
    Ada beberapa pertanyaan yang menurutku sangat krusial diantaranya: - apa kamu bahagia? -seberapa bahagia kamu saat ini? -atau apa yan...

Blog Archive

  • ►  2022 (1)
    • ►  Agustus 2022 (1)
  • ►  2020 (3)
    • ►  September 2020 (1)
    • ►  Januari 2020 (2)
  • ▼  2019 (20)
    • ►  Agustus 2019 (3)
    • ►  Juli 2019 (2)
    • ▼  April 2019 (4)
      • Plan A and Plan B
      • Do it now or Never
      • Sepenting apa pendidikan di Indonesia
      • Like ≠ Love
    • ►  Maret 2019 (6)
    • ►  Februari 2019 (1)
    • ►  Januari 2019 (4)
  • ►  2018 (20)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Agustus 2018 (3)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (1)
    • ►  April 2018 (10)
    • ►  Maret 2018 (1)
    • ►  Februari 2018 (1)
    • ►  Januari 2018 (2)
  • ►  2017 (8)
    • ►  Oktober 2017 (1)
    • ►  Agustus 2017 (2)
    • ►  Juli 2017 (3)
    • ►  Mei 2017 (2)

Followers

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates